Di tengah era digital yang serba cepat dan konsumtif, masih ada secercah harapan dari generasi muda. Bukan melalui aksi viral di media sosial atau panggung hiburan, melainkan dari tindakan nyata yang berdampak langsung bagi masyarakat. Inilah kisah inspiratif tentang seorang Anak Muda yang Bangun Perpustakaan Gratis di Desa terpencil, demi satu tujuan mulia: menyebarkan ilmu dan meningkatkan literasi anak-anak desa.
Rizky Pratama, seorang pemuda berusia 24 tahun asal Yogyakarta, memutuskan untuk mengambil cuti dari pekerjaannya di kota besar demi menjalankan misi pribadinya. Selama pandemi, Rizky pulang ke kampung halamannya di sebuah desa kecil di Kabupaten Kulon Progo. Di sana, ia menyadari satu hal yang mengganggunya: anak-anak desa kehilangan akses belajar karena minimnya fasilitas.

Anak Muda yang Bangun Perpustakaan Gratis di Desa: Inspirasi dari Pinggir Kota
“Anak-anak di sini nggak punya tempat baca. Buku pelajaran pun hanya tersedia di sekolah, dan itupun sangat terbatas,” kata Rizky.
Keprihatinan inilah yang akhirnya mendorong Rizky untuk bergerak. Ia mulai mengumpulkan buku-buku lama dari kerabat, teman kampus, hingga komunitas literasi di Yogyakarta.
Tanpa gedung megah, Rizky memutuskan untuk menggunakan lumbung tua milik kakeknya yang tak terpakai. Dengan semangat gotong royong, ia bersama para pemuda desa membersihkan dan merenovasi tempat itu menjadi sebuah ruang baca sederhana. Lantai diperbaiki, dinding dicat, rak-rak dari kayu bekas dipasang, dan spanduk bertuliskan “Perpustakaan Pelita Desa” pun akhirnya dipajang.
Yang menarik, perpustakaan ini tidak hanya menyimpan buku pelajaran sekolah, tetapi juga buku dongeng, komik edukatif, majalah anak, dan koleksi novel remaja. Semua koleksi tersebut hasil donasi dari berbagai pihak yang tergerak oleh semangat Rizky.
Perpustakaan Pelita Desa resmi dibuka pada pertengahan 2023 dan langsung menarik perhatian warga. Anak-anak yang sebelumnya bermain tanpa arah, kini mulai menghabiskan waktu di sana. Beberapa datang sepulang sekolah, bahkan ada yang rela berjalan kaki sejauh 3 kilometer hanya untuk membaca.
Rizky tidak hanya berhenti pada penyediaan buku. Ia juga menginisiasi kelas belajar gratis setiap akhir pekan, mengajak relawan mahasiswa untuk mengajar matematika, membaca, hingga Bahasa Inggris. Bahkan, ada sesi mendongeng setiap Jumat sore yang jadi favorit anak-anak.
Menurut Rizky, membaca buku bukan hanya soal menambah pengetahuan. Lebih dari itu, membaca membuka imajinasi dan harapan baru. “Saya ingin anak-anak di desa ini bermimpi besar. Lewat buku, mereka bisa mengenal dunia luar, tahu bahwa mereka punya masa depan,” ucapnya.
Perjalanan membangun perpustakaan ini tentu tidak mudah. Rizky sempat kesulitan mengumpulkan dana dan buku. Infrastruktur desa yang terbatas juga menjadi kendala, apalagi saat musim hujan datang, atap perpustakaan sering bocor. Belum lagi harus menghadapi skeptisisme dari sebagian orang dewasa yang menganggap buku bukan prioritas.
Anak Muda yang Bangun Perpustakaan Gratis di Desa
Namun, dukungan perlahan datang. Sebuah komunitas literasi nasional memberikan bantuan rak dan buku tambahan. Bahkan, ada tokoh masyarakat yang menyumbangkan genset untuk memastikan penerangan tetap menyala saat malam.
Kini, gerakan Rizky mulai menyebar ke desa-desa tetangga. Beberapa pemuda mulai tertarik untuk membangun perpustakaan serupa. Rizky pun membuat panduan sederhana untuk siapa saja yang ingin memulai. Ia percaya bahwa perubahan besar dimulai dari langkah kecil.
“Kalau semua anak muda bisa sumbang satu buku, atau bantu satu rak, bayangkan dampaknya,” kata Rizky sambil tersenyum.
Kisah anak muda yang bangun perpustakaan gratis ini menjadi bukti bahwa peran generasi muda tidak boleh dipandang sebelah mata. Mereka punya energi, kreativitas, dan empati yang mampu mengubah wajah desa. Dalam jangka panjang, upaya seperti ini bukan hanya soal pendidikan, tetapi juga soal membangun masa depan bangsa yang lebih cerdas dan berdaya.
Dengan semakin banyaknya anak-anak desa yang membaca, bermimpi, dan belajar tanpa batas, maka harapan akan masa depan Indonesia yang lebih baik pun semakin nyata.
Anak muda bangun perpustakaan gratis bukan hanya sekadar cerita inspiratif, melainkan wujud nyata dari semangat gotong royong, kepedulian sosial, dan aksi perubahan. Rizky Pratama menjadi contoh bahwa siapa pun, dari mana pun, bisa berkontribusi. Tidak perlu menunggu kaya atau terkenal—cukup punya niat dan keberanian untuk memulai.